Dongeng si Katak dan Si monyet

Ada dongeng si katak dan si monyet. Di suatu pagi yang cerah. Bocil duduk di dahan sambil mengantuk. tak disadari ternyata perutnya berbunyi keroncongan dan terasa lapar. Ia membayangkan betapa enaknya bila makan buah-buahan. akan Tetapi dia kemudian tersentak mengingat kata-kata temannya. Ia dikatakan sebagai si Serakah, tukang tidur, si Rakus, si Tukang Makan, dan sebagainya. Bahkan ia terngiang kata-kata pak tani yang memarahinya. “Awas ya kamu, kalau mencuri lagi! Kubunuh, Kau! Kalau kau ingin makan buah-buahan tanamlah sendiri! Bekerja dan berusahalah dengan baik!” kata bapak petani dengan geram. Bulu kuduknya berdiri ketika ia teringat pernah dipukuli ketika mencuri pisang dan mangga di kebun pak tani. 

dan disaat itu Bocil kemudian berpikir bagaimana caranya mendapatkan makanan agar tidak dimarahi orang. “Ah, lebih baik saya mencari sahabat karibku! Mudah-mudahan ia dapat membantuku,” kata soni dalam hati. Ia kemudian turun dari pohon dan berjalan mencari katak sahabat karibnya. Setibanya di pematang sawah, sambil bernyanyi ia memanggil sahabat karibnya tersebut. 


“Pungggg… ketipung … pppung! Heee… heee… he…! Katak sahabatku, mengapa engkau sudah lama tak muncul? Ini sahabatmu datang! Saya rindu sekali padamu! Muncullah … muncullah!” Mendengar nyanyian tersebut katak muncul sambil bernyayi “Teot… teot! Teot… tek..blung! Ini aku si Katak datang!” Aku juga rindu padamu. Bagaimana aku muncul, bila kau sendiri tak muncul?” Kedua binatang tersebut kemudian berbincang-bincang untuk melepaskan kerinduannya. Pada kesempatan itu juga si Monyet menyampaikan maksudnya. 

“wahai Katak sahabatku, bagaimana kalau kita bekerja sama untuk menanam buah-buahan,” ajak si monyet. “Wahhh, saya setuju sekali. Tetapi buah apa ya yang paling enak dan paling mudah ditanam?” jawab Katak. “akan Lebih baik kita menanam pisang saja! Bibitnya mudah didapat dan cara menanamnyapun mudah, bagaimana?” kata monyet sambil bertanya. “Baiklah, saya akan mencari bibitnya. Biasanya banyak batang pohon pisang yang hanyut di sungai. Mari kita ke tepi sungai!” jawab katak sambil mengajak monyet. Mereka kemudian ke tepi sungai sambil berbincang-bincang dengan akrabnya. Sesampainya di tepi sungai ia bermain-main sambil menunggu bila ada batang pisang yang hanyut. Benar juga! Tak lama kemudian ada sebatang pohon pisang yang hanyut. 

“Nah, itu dia!” Teriak katak sambil menunjuk batang pisang yang hanyut. “Mari kita seret ke tepi!” ajak Bocil. “Mari!” jawab katak. Mereka terjun ke sungai dan menyeret batang pisang ke tepi sungai. Sesampainya di tepi, mereka angkat batang pisang itu ke daratan. Mereka kemudian menunggu kalau ada batang pisang yang hanyut lagi tetapi tak kunjung datang. “Menunggu itu membosankan,” kata monyet menggerutu. “Ya, kalau begitu besok kita ke sini lagi! Kita tunggu bila ada batang pisang yang hanyut lagi! Yang ini untukku,” kata katak sambil memegang batang pisang. “Ah, jangan curang! Ini milik kita berdua. Dari pada menunggu sampai besok sebaiknya kita bagi saja batang pohon pisang ini sekarang,” kata monyet. 

“Baiklah, kita potong saja batang pohon pisang ini menjadi dua. Kamu bagian bawah sedang saya yang bagian atas” kata katak. “Ah, jangan curang! Yang dapat berbuah kan bagian atas! Saya sangat memerlukan buah itu dari pada kamu. Nanti yang bagian bawah juga dapat berbuah,” kata monyet membujuk katak. “Baiklah, kita kan bersahabat. Seorang sahabat haruslah saling mengerti dan saling menolong. Kita tidak boleh bertengkar hanya karena perkara kecil. Bawalah yang bagian atas! Saya cukup yang bagian bawah saja,” kata katak penuh perhatian. Mereka akhirnya membawa bagian masing-masing ke hutan. Bocil membawa batang pisang bagian atas dan katak bagian bawah untuk ditanam. 


Setiap sebulan sekali monyet mengunjungi katak. Mereka saling menanyakan tanamannya. “Bagaimana tanaman pisangmu?” tanya Bocil. “Ha… ha…, lihat saja itu! Subur bukan?! Tanamanku sangat subur. Daunnya begitu lebat.” Jawab katak sambil menunjukkan tanamannya. “Bagaimana dengan tanamanmu?” tanya katak lebih lanjut. “Wah…, tanamanku juga demikian!” jawab Bocil membohongi temannya. Ia bohong karena tanamannya sudah mati. Batang bagian atas tak mungkin hidup bila ditanam. Bulan berikutnya Bocil datang lagi. Ia bertanya kepada katak tentang tanamannya. “Bagaimana tanamanmu?” tanya Bocil. 

“Wah, tanaman pisangku sangat subur, dan sekarang sudah berbuah. Bagaimana pula tanamanmu?” jawab katak sambil menanyakan tanaman si Bocil. “Demikian juga tanamanku, sudah berbuah. Bahkan buahnya besar-besar,” jawab Bocil berbohong. Mereka kemudian berbincang-bincang sambil bergurau. Setelah selesai, Bocil kembali ke hutan. Pada kunjungan berikutnya ternyata buah pisangnya sudah masak tetapi katak tidak dapat memetiknya karena tidak dapat memanjat pohon pisang tersebut. Katakpun meminta bantuan kepada Bocil yang sedang berkunjung. “Bocil, tolong petikkan pisangku yang sudah masak itu!” pinta katak kepada Bocil. 

“Wahwahhhh..., dengan senang hati, mari kita ke sana!” jawab Bocil sambil mengajak katak. Bocil pun segera memanjat pohon pisang dan sesampainya di atas ia segera memetik dan mencoba memakannya. “Wahhhhh, ranum benar pisangmu!” teriak soni dari atas pohon pisang. “Hai Bocil, jangan kau makan sendiri saja. Cepat petikkan sesisir dulu untukku” teriak katak sambil memohon. “Ya, nanti dulu! Aku belum selesai memakannya. ” sahut soni. Satu, demi satu dimakannya pisang tersebut oleh soni, setiap katak meminta ada saja jawaban si Bocil. Katak tak pernah diberi. Bahkan si Katak hanya dilempari kulitnya oleh Bocil. 

“Kamu itu lebih baik makan kulitnya saja, katak! Ini bagianmu, terimalah! kata Bocil. Katakpun berang dilecehkan oleh Bocil. Ia pun berkata dalam hati untuk memberikan pelajaran kepada soni yang serakah tersebut. “Baiklah, oke oke, habiskan saja pisangku. Aku sudah tak berminat lagi. Aku sudah kenyang makan nyamuk. Makanan utamaku kan nyamuk, bukan pisang seperti makananmu.” kata katak dengan kesal. “Ha… ha… ha…, katak-katak…, salahmu sendiri kamu tak dapat memanjat. Kamu hanya dapat meloncat-loncat saja. Coba perhatikan saya! Saya dapat berjalan, meloncat dan memanjat. Makanankupun lebih banyak jenisnya daripada kamu. Kamu lebih baik makan nyamuk saja. Pisang ini sebenarnya untukku bukan untukmu,” kata Bocil dengan congkak. 

“Dasar Bocil serakah kamu ya! Sudahlah, janganlah banyak bicara! Cepat habiskan saja pisangku! Sebentar lagi batangnya akan saya tebang,” kata katak dengan marah. Selesai berbicara katakpun mulai menebang batang pohon pisangnya. Bocil segera mempercepat makannya. Tak terasa ia mulai kenyang dan mengantuk. Batang pohon pisang mulai bergoyang dan akan roboh tetapi soni tak dapat menahan kantuknya. Lebih-lebih goyangannya batang pohon pisang dianggapnya sebagai ayunan yang membuat ia tertidur. Akhirnya ia jatuh. Perutnya terkena ujung pohon kayu kering yang runcing dan badannya tertimpa batang pohon pisang. Matilah sang monyet serakah tadi.

Kisah lembu dan si anak Katak

Ditengah padang rumput yang ranum hijau ada sebuah kolam yang dihuni oleh berpuluh-puluh katak. di antara katak katakitu ada 1 anak katak yang bernama sora, dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. sora  sangat sombong. sora merasa kalau tidak ada anak katak lainnya yang dapat mengalahkannya.


Sebenarnya kakak sora sering menasehati agar sora tidak sombong pada teman-temannya. tetapi nasehat kakaknya tidak pernah dihiraukan. hal ini menyebabkan teman-temannya mulai menghindarinya hingga kentus tidak punya teman bermain lagi

Pada suatu pagi, sora berlatih melompat di padang rumput. ketika itu juga ada seekor anak lembu yang sedang bermain disitu. sesekali anak lembu itu mendekati ibunya untuk menyedot susu. anak lembu itu gembira sekali, dia berlari-lari sambil sesekali memakan rumput yang segar. secara tidak sengaja lidah sapi anak lembu itu terkena tubuh sora.


"huhhhh, beraninya makhluk ini mengusikku", kata sora dengan marah sambil menjauhi anak lembu. sebenarnya anak lembu tidak berniat mengganggunya. kebetulan pergerakannnya sama dengan soras sehingga menyebabkan sora menjadi cemas dan melompat segera untuk menyelamatkan diri.Sambil terengah-engah kentus sampai di tepi kolam. melihat sora yang kecapaian, teman-temannya heran. "Hai sora, mengapa kamu terengah-engah dan mukamu pucat sekali?", tanta temannya. "Tidak apa-apa, aku hanya cemas. Lihatlah padang rumput itu. aku tidak tau makhluk apa itu, tetapi makhluk itu sangat sombong. makhluk itu hendak menelan aku", kata kentus.

Kakaknya yang baru tiba disitu menjelaskan. "Makhluk itu anak lembu. Sepengetahuan kakak anak lembu tidak jahat. mereka biasa dilepaskan di padang rumput ini setiap hari", kata kakaknya. "Tidak jahat? kenapa kakak bisa bilang seperti itu? saya hampir ditelannya tadi", kata sora. "Ah tidah mungkin. Lembu tidak makan katak atau ikan tetapi hanya makan rumput", jelas kakaknya.

"saya tidak percaya kak, tadi aku dikejarnya dan hampir ditendangnya", kata sora. "wahai teman-teman, aku sebenarnya bisa melawannya dengan menggembungkan diriku", kata sora sombong. "lawan saja sora! kamu pasti menang", teriak teman-temannya. "sudahlah sora, kamu tidak akan dapat menandingi lembu itu. Perbuatanmu itu berbahaya, hentikan!", kata kakak sora berualng kali. Tetapi kentus tidak perduli nasehat kakaknya.sora terus menggembungkan diri karena dorongan teman-temannya. Padahal sebenarnya teman-temannya ingin memberi pelajaran pada sora yang selalu sombong.

Setelah itu sora tiba-tiba jatuh lemas. Perutnya sakit dan perlahan-lahan dikempiskan kembali. kakak dan teman-temannya menolong sora yang lemas kesakitan. Akhirnya sora malu dengan sikapnya yang sombong yang merugikan dirinya sendiri.

Cerita sang pangeran katak

Cerita sang pangeran katak . Pada suatu ketika, hiduplah seorang raja yang mempunyai beberapa anak gadis yang cantik, tetapi anak gadisnya yang paling bungsulah yang paling cantik. Ia memiliki wajah yang sangat cantik dan selalu terlihat bercahaya. Ia bernama Mary. Di dekat istana raja terdapat hutan yang luas serta lebat dan di bawah satu pohon limau yang sudah tua ada sebuah sumur. Suatu hari yang panas, si Putri Mary pergi bermain menuju hutan dan duduk di tepi pancuran yang airnya sangat dingin. Ketika sudah bosan sang Putri mengambil sebuah bola emas kemudian melemparkannya tinggi-tinggi lalu ia tangkap kembali. Bermain lempar bola adalah mainan kegemarannya.

pada suatu ketika bola emas sang putri tidak bisa ditangkapnya. Bola itupun kemudian jatuh ke tanah dan menggelinding ke arah telaga, mata sang putri terus melihat arah bola emasnya, bola terus bergulir hingga akhirnya lenyap di telaga yang dalam, sampai dasar telaga itu pun tak terlihat. Sang Putri pun mulai menangis. Semakin lama tangisannya makin keras. Ketika ia masih menangis, terdengar suara seseorang berbicara padanya,”Apa yang membuatmu bersedih tuan putri? Tangisan tuan Putri sangat membuat saya terharu… Sang Putri melihat ke sekeliling mencari darimana arah suara tersebut, ia hanya melihat seekor katak besar dengan muka yang jelek di permukaan air. “Oh… apakah engkau yang tadi berbicara katak? Aku menangis karena bola emasku jatuh ke dalam telaga”. “Berhentilah menangis”, kata sang katak. Aku bisa membantumu mengambil bola emasmu, tapi apakah yang akan kau berikan padaku nanti?”, lanjut sang katak.

“Apapun yang kau sedang minta akan ku berikan, perhiasan dan mutiaraku, bahkan aku akan berikan mahkota emas yang aku pakai ini”, kata sang putri. Sang katak menjawab, “aku tidak mau perhiasan, mutiara bahkan mahkota emasmu, tapi aku ingin kau mau menjadi teman pasanganku dan mendampingimu makan, minum dan menemanimu tidur. Jika kau berjanji memenuhi semua keinginanku, aku akan mengambilkan bola emasmu kembali”, kata sang katak. “Baik, aku janji akan memenuhi semua keinginanmu jika kau berhasil membawa bola emasku kembali.” Sang putri berpikir, bagaimana mungkin seekor katak yang bisa berbicara dapat hidup di darat dalam waktu yang lama. Ia hanya bisa bermain di air bersama katak lainnya sambil bernyanyi. Setelah sang putri berjanji, sang katak segera menyelam ke dalam telaga dan dalam waktu singkat ia kembali ke permukaan sambil membawa bola emas di mulutnya kemudian melemparkannya ke tanah.

Si Putri pun merasa sangat senang karena bola emasnya ia dapatkan kembali. Sang Putri menangkap bola emasnya dan kemudian berlari pulang. “Tunggu… tunggu,” kata sang katak. “Bawa aku bersamamu, aku tidak dapat berlari secepat dirimu”. Tapi percuma saja sang katak berteriak memanggil sang putri, ia tetap berlari meninggalkan sang katak. Sang katak merasa sangat sedih dan kembal ke telaga kembali. Keesokan harinya, ketika sang Putri sedang duduk bersama ayahnya sambil makan siang, terdengar suara lompatan ditangga marmer. Sesampainya di tangga paling atas, terdengar ketukan pintu dan tangisan,”Putri, putri… bukakan pintu untukku”. Sang putri bergegas menuju pintu. Tapi ketika ia membuka pintu, ternyata di hadapannya sudah ada sang katak. Karena kaget ia segera menutup pintu keras-keras. Ia kembali duduk di meja makan dan kelihatan ketakutan. Sang Raja yang melihat anaknya ketakutan bertanya pada putrinya,”Apa yang engkau takutkan putriku? Apakah ada raksasa yang akan membawamu pergi? “Bukan ayah, bukan seorang raksasa tapi seekor katak yang menjijikkan”, kata sang putri. “Apa yang ia inginkan dari?” tanya sang raja pada putrinya.



Kemudian si putri melanjutkan bercerita kembali kejadian yang menimpanya kemarin. “Aku tidak pernah berpikir ia akan datang ke istana ini..”, kata sang Putri. Tidak berapa lama, terdengar ketukan di pintu lagi. “Putri…, putri, bukakan pintu untukku. Apakah kau lupa dengan ucapan mu di telaga kemarin?” Akhirnya sang Raja berkata pada putrinya,”apa saja yang telah engkau janjikan haruslah ditepati. Ayo, bukakan pintu untuknya”. Dengan langkah yang berat, sang putri bungsu membuka pintu, lalu sang katak segera masuk dang mengikuti sang putri sampai ke meja makan. “Angkat aku dan biarkan duduk di sebelahmu”, kata sang katak. Atas perintah Raja, pengawal menyiapkan piring untuk katak di samping Putri Mary. Sang katak segera menyantap makanan di piring itu dengan menjulurkan lidahnya yang panjang. “Wah, benar-benar tidak punya aturan. Melihatnya saja membuat perasaanku tidak enak,” kata Putri Mary.

SiPutri bergegas lari ke kamarnya. Kini dia merasa lega bisa melepaskan diri dari sang katak. Namun, tiba-tiba, ketika hendakmembaringkan diri di tempat tidur…. “Kwoook!” ternyata sang katak sudah berada di atas tempat tidurnya. “Cukup katak! Meskipun aku sudah mengucapkan janji, tapi ini sudah keterlaluan!” Putri Mary sangat marah, lalu ia melemparkan katak itu ke lantai. Bruuk! Ajaib, tiba-tiba asap keluar dari tubuh katak. Dari dalam asap muncul seorang pangeran yang gagah. “Terima kasih Putri Mary… kau telah menyelamatkanku dari sihir seorang penyihir yang jahat. Karena kau telah melemparku, sihirnya lenyap dan aku kembali ke wujud semula.” Kata sang pangeran. “Maafkan aku karena telah mengingkari janji,” kata sang putri dengan penuh sesal. “Aku juga minta maaf. Aku sengaja membuatmu marah agar kau melemparkanku,” sahut sang Pangeran. Waktu berlalu begitu cepat. Akhirnya sang Pangeran dan si Putri Mary mengikat janji setia dengan menikah dan merekapun hidup bahagia.

Kisah Pangeran Katak

Kisah Pangeran Katak, Dikisahkan pada zaman dulu, ada seorang raja bijaksana yang mempunyai putri-putri yang sangat cantik. Di antara putri-putri raja tersebut, Putri Bungsulah yang paling cantik. Di dekat istana, terdapat hutan yang gelap dan rimbun. Di bawah sebuah pohon tua yang mempunyai daun-daun berbentuk hati, ada sebuah sumur. Sang putri senang sekali kesana untuk duduk-duduk di tepi sumur, sambil bermain lempar tangkap bola emas. 

Suatu hari, ketika bola emas itu dimainkan tangan sang putri luput menangkapnya. Bola emas jatuh di tanah lalu menggelinding masuk ke sumur. Sang putri hanya bisa melihatnya. Ia lalu melongo untuk melihat sumur. Sayangnya, sepertinya, sumurnya terlalu dalam. Bola emas itu tidak tampak lagi. Sang putri menangis. Di tengah tangisannya, terdengar suara, "Apa yang membuat kamu begitu sedih, Putri? air matamu dapat melelehkan hati yang terbuat dari batu."

Sang putri mencari asal suara. Tidak ada seorang pun yang terlihat, kecuali seekor katak."Kodok, kamukah yang bicara?" tanya sang putri, "Saya menangis karena bola emas saya jatuh ke dalam sumur.""Jangan khawatir, jangan menangis," jawab sang kodok, "Saya bisa menolong kamu; tetapi apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya dapat mengambil bola emas tersebut?""Apapun yang kamu inginkan," katanya, "Pakaian, mutiara dan perhiasan manapun yang kamu mau, ataupun mahkota emas yang saya pakai ini."

"Pakaian, mutiara, perhiasan dan mahkota emas mu bukanlah untuk saya," jawab sang kodok, "Bila saja kamu menyukaiku, dan menganggap saya sebagai teman bermain, dan membiarkan saya duduk di mejamu, dan makan dari piringmu, dan minum dari gelasmu, dan tidur di ranjangmu. Jika kamu berjanji akan melakukan semua ini, saya akan menyelam ke bawah sumur dan mengambilkan bola emas tersebut untuk kamu."

"Ya tentu," jawab sang putri raja, "Saya berjanji akan melakukan semua yang kamu minta, jika kamu mau mengambilkan bola emasku."Tapi putri raja tersebut berpikir, "Omong kosong apa yang dikatakan oleh kodok ini! Seolah-olah melakukan apa yang dimintanya, selain berkoak-koak dengan kodok lain. Bagaimana aku berteman dengannya?"

Kodok tersebut, begitu mendengar sang putri mengucapkan janjinya, menarik kepalanya masuk ke dalam air dan mulai menyelam turun. Setelah beberapa saat, dia kembali ke permukaan dengan bola emas pada mulutnya dan melemparkannya ke atas rumput.Putri raja menjadi sangat senang melihat mainannya kembali, dan dia mengambilnya dengan cepat dan lari menjauh."Berhenti, berhenti!" teriak sang kodok, "Bawalah aku pergi juga, saya tidak dapat lari secepat kamu!"

Tetapi hal itu tidak berguna karena sang putri itu tidak mau mendengarkannya dan mempercepat larinya pulang ke rumah, dan dengan cepat melupakan kejadian dengan sang kodok, yang masuk kembali ke dalam sumur.

Hari berikutnya, ketika putri Raja sedang duduk di meja makan dan makan bersama Raja dan menteri-menterinya di piring emasnya, terdengar suara sesuatu yang meloncat-loncat di tangga, dan kemudian terdengar suara ketukan di pintu dan sebuah suara yang berkata "Putri raja yang termuda, biarkanlah saya masuk!"

Putri Raja yang termuda itu, kemudian berjalan ke pintu dan membuka pintu tersebut. Ketika melihat seekor kodok, dia menutup pintu tersebut kembali dengan cepat dan tergesa-gesa duduk kembali di kursinya dengan perasaan gelisah. 

Raja menyadari perubahan tersebut berkata, "Anakku, apa yang kamu takutkan? Apakah ada raksasa berdiri di luar pintu dan siap untuk membawa kamu pergi?""Oh.. tidak," jawabnya, "Tidak ada raksasa, hanya kodok jelek.""Dan apa yang kodok itu minta?" tanya sang Raja.

"Oh papa," jawabnya, "Ketika saya sedang duduk di sumur kemarin dan bermain dengan bola emas, bola tersebut tergelincir jatuh ke dalam sumur, dan ketika saya menangis karena kehilangan bola emas itu, seekor kodok datang dan berjanji untuk mengambilkan bola tersebut dengan syarat bahwa saya akan membiarkannya menemaniku, tetapi saya berpikir bahwa dia tidak mungkin meninggalkan air dan mendatangiku; sekarang dia berada di luar pintu, dan ingin datang kepadaku."Dan kemudian mereka semua mendengar kembali ketukan kedua di pintu dan berkata,

"Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untuk saya! Apa yang pernah kamu janjikan kepadaku? Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untukku!""Apa yang pernah kamu janjikan harus kamu penuhi," kata sang Raja, "Sekarang biarkanlah dia masuk."

Ketika dia membuka pintu, kodok tersebut melompat masuk, mengikutinya terus hingga putri tersebut duduk kembali di kursinya. Kemudian dia berhenti dan memohon, "Angkatlah saya supaya saya bisa duduk denganmu."Tetapi putri Raja tidak memperdulikan kodok tersebut sampai sang Raja memerintahkannya kembali. Ketika sang kodok sudah duduk di kursi, dia meminta agar dia dinaikkan di atas meja, dan disana dia berkata lagi,"Sekarang bisakah kamu menarik piring makanmu lebih dekat, agar kita bisa makan bersama."

Dan putri Raja tersebut melakukan apa yang diminta oleh sang kodok, tetapi semua dapat melihat bahwa putri tersebut hanya terpaksa melakukannya."Saya merasa cukup sekarang," kata sang kodok pada akhirnya, "Dan saya merasa sangat lelah, kamu harus membawa saya ke kamarmu, saya akan tidur di ranjangmu."

Kemudian putri Raja tersebut mulai menangis membayangkan kodok yang dingin tersebut tidur di tempat tidurnya yang bersih. Sekarang sang Raja dengan marah berkata kepada putrinya,"Kamu adalah putri Raja dan apa yang kamu janjikan harus kamu penuhi."

Sekarang putri Raja mengangkat kodok tersebut dengan tangannya, membawanya ke kamarnya di lantai atas dan menaruhnya di sudut kamar, dan ketika sang putri mulai berbaring untuk tidur, kodok tersebut datang dan berkata, "Saya sekarang lelah dan ingin tidur seperti kamu, angkatlah saya keatas ranjangmu, atau saya akan melaporkannya kepada ayahmu."Putri raja tersebut menjadi sangat marah, mengangkat kodok tersebut ke atas dan melemparkannya ke dinding sambil menangis,"Diamlah kamu kodok jelek!"

Tetapi saat kodok tersebut jatuh ke lantai, dia berubah dari kodok menjadi seseorang pangeran yang sangat tampan. Saat itu juga pangeran tersebut menceritakan semua kejadian yang dialami, bagaimana seorang penyihir telah membuat kutukan kepada pangeran tersebut, dan tidak ada yang bisa melepaskan kutukan tersebut. Kecuali, sang putri yang telah ditakdirkan untuk bersama-sama memerintah di kerajaannya.

Dengan persetujuan Raja, mereka berdua dinikahkan. Saat itu, datanglah sebuah kereta kencana yang ditarik oleh delapan ekor kuda dan diiringi oleh Henry pelayan setia sang pangeran untuk membawa sang putri dan sang pangeran ke kerajaannya sendiri. Ketika kereta tersebut mulai berjalan membawa keduanya, sang pangeran mendengarkan suara seperti ada yang patah di belakang kereta. Saat itu sang Pangeran langsung berkata kepada Henry pelayan setia, "Henry, roda kereta mungkin patah!" Tetapi Henry menjawab, "Roda kereta tidak patah, hanya ikatan rantai yang mengikat hatiku yang patah, akhirnya saya bisa terbebas dari ikatan ini."

Ternyata Henry pelayan setia telah mengikat hatinya dengan rantai saat sang Pangeran dikutuk menjadi kodok agar dapat ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sang Pangeran, dan sekarang rantai tersebut telah terputus karena hatinya sangat berbahagia melihat sang Pangeran terbebas dari kutukan.