Kisah Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Kisah sunan gresik
Sunan Gresik
Sunan Gresik mempunyai nama asli yaitu Maulana Malik Ibrahim yang merupakan wali songo tertua diantara wali-wali yang lain. Maulana Malik Ibrahim menyebarkan fatwa Islam di daerah pantai utara jawa. Namun , sebelum datangnya Sunan Gresik ke pulau jawa ternyata dari zaman dahulu telah ada masyarakat Islam yang tinggal disana. Ini dibuktikan dengan adanya makam Fatimah Binti Maimun. Fatimah meninggal tahun 475 Hijriyah atau 1082 Masehi. Dengan adanya makam tersebut terbukti bahwa semenjak zaman dahulu agama Islam telah berkembang di daerah Leren dan Jepara namun belum secara meluas ke daerah-daerah lain dan pemeluknya masih sedikit.

Sunan Gresik mempunyai sebutan lain yaitu kakek bantal. Tidak diketahui secara terang mengapa sebutan tersebut melekat pada dirinya. Ia datang ke Nusantara pada tahun 1404 Masehi dan membuatkan agama Islam di daerah Gresik , makanya mendapat julukan Sunan Gresik. Saat itu tempat Jawa Timur ini didominasi agama Hindu Buddha bahkan banyak juga yang tidak mempunyai agama. Sunan Gresik berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat cukup lama. Dengan pengalamannya di Gujarat tersebut mengakibatkan Sunan Gresik lebih mahir dalam menghadapi masyarakat Nusantara tersebut terlebih yang beragama Hindu maupun yang tidak mempunyai agama sekalipun. Pasalnya , di Gujarat kasusnya semacam Nusantara ini yang dominan penduduknya beragama Hindu.

Cara yang dilakukan oleh Sunan Gresik dalam mengajarkan agama Islam yaitu dengan cara mendekati mereka dengan baik-baik dan tidak menentang secara pribadi bahwa kepercayaan mereka itu salah selain itu Sunan Gresik juga memperlihatkan keindahan dan kemuliaan adat Islam menyerupai yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad S.A.W.

Berdasarkan sumber yang terpercaya Sunan Gresik bisa mengobati aneka macam macam penyakit dengan menggunakan daun-daun tertentu dan masyarakat sekitar telah mengambarkan telah mengambarkan khasiatnya. Selain itu , Sunan Gresik juga mahir dalam bidang pertanian , dibuktikan dengan panen masyarakat Gersik meningkat tajam semenjak kehadiran Sunan Gresik.

Karena sifatnya yang sangat baik terhadap masyarakat baik Islam maupun non Islam membuat para pengikutnya semakin banyak dan semakin disegani masyarakat dari aneka macam kalangan baik dari fakir miskin hingga pangeran. Untuk mengajarkan agama Islam di kalangan orang awam , cara yang dilakukan Sunan Gresik ini dengan mengajarkannya cara bercocok tanam yang benar , sehingga panennya melimpah , setelah itu dia mengajak masyarakat untuk bersyukur kepada Yang Mahakuasa S.W.T atas limpahan rezeki yang diberikan.

Di dalam agama Hindu masyarakatnya terbagi atas beberapa kasta , kasta terendah ialah Waisya dan Sudra. Masyarakat golongan tersebut seringkali merasa tertindas sebab selalu diremehkan oleh kasta yang berada di atasnya. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Sunan Gresik yaitu dengan cara menerangkan bahwa di dalam agama Islam semua insan menerima kedudukan yang sama dan yang paling mulia ialah insan dengan ketaqwaan yang tinggi terhadap Yang Mahakuasa S.W.T. Dengan cara tersebut maka golongan Waisya dan Sudra berbondong-bondong memeluk agama Islam.

Setelah banyak yang memeluk agama Islam , Sunan Gresik mulai mendirikan masjid yang digunakan sebagai tempat ibadah bersama-sama. Masjid ini sekarang dikenal dengan nama Masjid Jami’ Gresik. Pembangunan masjid tersebut tidak lepas dari sumbangan Raja Ciremai. Selain masjid , dia juga membangun pondok pesantren di leran , Gresik. Tujuannya biar dapat mempersiapkan kader-kader penerus usaha membuatkan agama Islam di tanah jawa khususnya dan di seluruh Nusantara umumnya.

Pondok pesantren yang dibangun juga menyerupai dengan mandala-mandala yang dimiliki oleh kaum Hindu Buddha biar tetap menghargai antar perbedaan agama dan menambah umat. Cara ini pun berhasil menciptakan mubaligh yang menyebar ke aneka macam penjuru Nusantara. Keberadaan dari pondok pesantren pun masih ada hingga dikala ini dimana para mubaligh digembleng dengan ajaran-ajaran Islam oleh para ulama.

Jika ada yang bertanya problem agama Islam kepada Sunan Maulana Malik Ibrahim , maka dia menjawabnya secara sederhana dan tidak berbelit-belit. Di dalam buku History of Java ciptaan Sir Stamford Raffles ada pertanyaan yaitu “ Apakah yang dinamakan Yang Mahakuasa itu?” balasan darinya sangat sederhana yaitu “Allah ialah Zat yang diharapkan adanya.”

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) membuatkan agama Islam di tanah jawa selama dua tahun. Selama itu juga ia mengajarkan kepada masyarakat mengenai meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Dengan kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat , maka ibadah yang dilaksanakan pun akan menjadi tenang.

Makam Sunan Gresik

Perjuangan dari Sunan Gresik tersebut patut diteladani (informasi disediakan oleh dongengterbaru.blogspot.com) , sebab membuatkan agama Islam dengan cara baik-baik dan tidak berbelit-belit dalam menjelaskan makna dari agama Islam. Beliau wafat di Gresik tahun 882 Hijriyah atau 1419 Masehi. Makamnya terletak di Desa Gapura Wetan , Gresik , Jawa Timur.
Makam Seikh Maulana Malik Ibrahim
Makam Seikh Maulana Malik Ibrahim

Makam Sunan Gresik
Makam Sunan Gresik

Kisah Sunan Ampel (Raden Rahmat)

kisah sunan ampel wali songo
Sunan Ampel
Sunan Ampel mempunyai nama asli yaitu Raden Rahmat dan merupakan keturunan dari Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan Dewi Condro Wulan. Sunan Ampel ini juga dianggap sesepuh dari para wali. Beliau menikah sebanyak dua kali. Yang pertama menikah dengan Dewi Condrowati yang mempunyai gelar Nyai Ageng Manila dan dikaruniai anak berjulukan Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) , Siti Syari’ah , Sunan Drajat (Raden Qosim) , Sunan Sedayu , Siti Mutmainah , dan terakhir Siti Hafsah. Pernikahan kedua dengan Dewi Karimah dan mempunyai putra berjulukan Asyiqah , Dewi Murtasiyah , Raden Husamuddin (Sunan Lamongan) , Pangeran Tumapel , Raden Zainal Abidin (Sunan Demak) dan yang terakhir Raden Faqih.

Kisahnya Sunan Ampel (Raden Rahmat) berbagi agama Islam di kawasan Surabaya. Di dalam perjalanannya menuju ke Surabaya , Sunan Ampel juga sembari berdakwah berbagi agama Islam dengan cara yang sangat unik yaitu dengan membuat kerajinan kipas yang dianyam dengan menggunakan rotan dan akar tumbuh-tumbuhan. Untuk menerima kipas tersebut ada syarat yang diberikan oleh Sunan Ampel yaitu berupa mengucapkan kalimat syahadat. Ternyata kipas tersebut juga dapat menyembuhkan penyakit , menyerupai demam dan batuk , sebab terdapat akar tumbuhan dan rotan. Khasiat dari kipas buatan Sunan Ampel ini semakin banyak peminatnya dan mulai dari situlah Sunan Ampel mengenalkan agama Islam sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh masyarakat.

Saat Sunan Ampel dan juga rombongannya tiba di Desa Kembangkuning , mereka membuka lahan hutan untuk dijadikan sabung sebagai tempat ibadah masyarakat sekitar. Sekarang sabung tersebut telah bermetamorfosis menjadi masjid besar yang dinamakan Masjid Rahmat Kembangkuning. Di kawasan ini juga Sunan Ampel bertemu dengan tokoh masyarakat berjulukan Ki Bang Kuning dan Ki Wiryo Sarojo. Dari pertemuan yang terjadi kedua tokoh masyarakat tersebut jadinya memeluk agama Islam dan menjadi pengikut Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dengan demikian penyebaran agama Islam di kawasan tersebut akan semakin mudah.

Pendekatan kepada masyarakat pun semakin berjalan lancar dengan adanya kedua tokoh masyarakat tersebut , terlebih kepada masyarakat yang masih menyimpang dengan kepercayaan lamanya. Cara Sunan Ampel (Raden Rahmat) menyadarkan mereka yaitu dengan mengajarkan sedikit demi sedikit wacana fatwa ketauhidan atau fatwa keimanan kepada Tuhan. Kisah Sunan Ampel tidak eksklusif menentang kepercayaan mereka , sebab dia percaya jikalau masyarakat memahami fatwa tauhid maka mereka akan meninggalkan kepercayaan lama dengan sendirinya.
Tibalah Sunan Ampel dan rombongan di tempat tujuan yaitu Desa Ampeldenta. Pertama memasuki desa tersebut Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan rombongan mendirikan masjid untuk tempat beribadah bersama. Perilaku Sunan Ampel ini meneladani dari perilaku yang dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W ketika berhijrah ke Madinah. Beliau mendapat sebutan Sunan Ampel sebab dianggap menjadi panutan masyarakat atau orang yang cendekia di Desa Ampeldenta.

Agama Islam pun semakin berkembang dan Sunan Ampel (Raden Rahmat) mulai mendirikan pesantren. Pesantren ini sebagai tempat mendidik para pangeran dan putra darah biru dari Kerajaan Majapahit serta siapa saja yang ingin belajar dengannya. Sunan Ampel terkenal dengan ajarannya yang terkenal yaitu disebut dengan falsafah Moh Limo yang artinya tidak melaksanakan lima hal yang tercela diantaranya yaitu :
  1. Moh Main Artinya yaitu tidak mau melaksanakan judi
  2. Moh Ngombe Artinya yaitu tidak mau meminum minuman keras atau bermabuk-mabukan
  3. Moh Maling Artinya yaitu tidak mau mencuri
  4. Moh Madat Artinya yaitu tidak mau mengonsumsi obat-obatan terlarang menyerupai sabu , ganja , dan lain-lain.
  5. Moh Madon Artinya yaitu tidak mau untuk berbuat zina ataupun memainkan perempuan yang bukan merupakan istrinya.

Dengan fatwa tersebut Prabu Brawijaya memperbolehkan Sunan Ampel untuk menyiarkan agama Islam ke banyak sekali wilayah Surabaya dan kawasan kekuasaan Majapahit dengan syarat tidak adanya pemaksaan terhadap rakyat untuk memeluk agama Islam. Sunan Ampel pun memberi penjelasan bahwa tidak ada paksaan untuk beragama.

Setelah Sunan Gresik wafat maka Sunan Ampel yang menjadi sesepuh wali songo selanjutnya sekaligus menjadi pemimpin agam Islam se-tanah jawa. Semua wali songo patuh dan tunduk kepada fatwa dari Sunan Ampel dan tidak hanya itu saja , semua orang Islam di jawa juga patuh kepada perintah Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dongeng di tahun 1477 Sunan Ampel membantu mendirikan Masjid Agung Demak. Diantara empat tiang yang bangun Sunan Ampel ikut ambil adegan dalam pembuatannya , salah satu tiang yang dibuat dia hingga ketika ini masih diberi nama Sunan Ampel.

Makam Sunan Ampel

Sunan Ampel juga yang menciptakan "Huruf Pegon" yaitu goresan pena Arab yang berbunyi Bahasa Jawa. Dengan adanya aksara ini maka mengajarkan agama Islam di tanah jawa menjadi lebih mudah. Sampai sekarang ini aksara tersebut dipakai dalam materi fatwa Islam yang ada di pesantren.
Sunan Ampel (Raden Rahmat) menginginkan supaya agama Islam di ajarkan secara murni dan konsekuen , sehingga aqidah ummat terselamatkan dan tidak tergelincir ke dalam kemusyrikan. Beliau wafat tahun 1478 Masehi dan makamnya di sebelah barat Masjid Ampel.
Makam Sunan Ampel dan Istrinya
Makam Sunan Ampel dan Istrinya

Masjid Agung dan Makam Sunan Ampel
Masjid Agung dan Makam Sunan Ampel


Kisah Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)

Sunan Bonang mempunyai nama asli Syekh Maulana Makhdum Ibrahim yang merupakan putra dari Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Dewi Condrowati atau biasa disebut dengan Nyai Ageng Manila. Karena Sunan Bonang merupakan anak dari wali yang menjadi pemimpin agama Islam di tanah jawa dan disegani dengan ilmu yang dimilikinya , maka semenjak kecil Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) ini telah dididik dengan pedoman Islam secara disiplin dan juga tekun.
Kisah Sunan Bonang
Sunan Bonang
Sebelum menjadi wali , tentu saja Sunan Ampel (Raden Rahmat) telah dilatih dengan keras dan dibekali dengan ilmu yang mumpuni. Berdasarkan pandangan dari Sunan Ampel , Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) ini akan menjadi wali nantinya sehingga Sunan Ampel mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin.

Berdasarkan dari banyak sekali sumber bahwa Sunan Bonang dan juga Raden Paku ketika masih dewasa melanjutkan pelajaran mengenai agama Islam sampai ke tanah seberang , ialah di tempat negeri pasai. Sunan Bonang bersama Raden Paku menimba ilmu pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam yang merupakan ayah kandung dari Sunan Giri (Syekh Maulana Ishaq). Selain itu , Sunan Bonang dan Raden Paku juga menimba ilmu pengetahuan dari ulama-ulama besar yang tinggal di negeri pasai. Kebanyakan dari ulama tersebut mahir dalam bidang tasawuf , mereka berasal dari banyak sekali Negara menyerupai Mesir , Baghdad , Iran , dan juga Arab.

Seusai menimba ilmu dari para ulama besar yang berada di negeri pasai , Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) dan juga Raden Paku kembali lagi ke tanah jawa. Raden Paku memutuskan untuk pergi ke Gresik. Disana dia mendirikan Pesantren di Desa Giri , sehingga dia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Giri. Sunan Bonang lalu diperintahkan untuk mengembangkan agama Islam dengan berdakwah di tempat Rembang , Lasem , Tuban , dan juga tempat Sempadan Surabaya.

Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) mempunyai cara yang sangat unik dan menarik dalam berdakwah , ialah dia menggunakan kesenian rakyat setempat untuk menarik simpati dari masyarakat. Cara yang digunakan ialah menggunakan seperangkat alat gamelan yang disebut dengan bonang. Bonang ini ialah alat music yang terbuat dari kuningan dengan bab tengah yang menonjol yang biasa disebut pencon. Bonang ini memainkan melodi lagu. Cara memainkannya dipukul bab yang menonjol dengan menggunakan dua alat pemukul khusus terbuat dari tongkat yang berlapis yang biasanya disebut dengan bindhi. Suara bonang yang merdu ini bisa membuat masyarakat sekitar merasa terhibur.

Sunan Bonang ini memiliki cita rasa seni tinggi , sehingga bila dia yang memainkan alat musik bonang tersebut maka orang yang mendengar akan eksklusif terpesona dan terperanga. Buktinya setiap Sunan Bonang memainkan gamelan , banyak penduduk yang ingin menyaksikan dia dari jarak dekat. Dengan kemahiran yang dimiliki Sunan Bonang dalam memainkan gamelan , maka tidak sedikit rakyat setempat yang ingin mencar ilmu dengan dia bahkan berminat juga untuk memainkan melodi lagu yang telah diciptakan oleh Sunan Bonang. Itulah trik yang dilakukan oleh Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) dalam meraih simpati dari masyarakat. Dengan antusiasme dari masyarakat tersebut maka Sunan Bonang tinggal mengajarkan agama Islam kepada masyarakat.

Kecerdikan dari Sunan Bonang ini dia memasukkan unsur Islam di dalam setiap tembang-tembang yang diciptakan. Makara tanpa terasa masyarakat telah mempelajari pedoman Islam dengan menyanyikan dan memainkan melodi tersebut , dengan begitu masyarakat tetap bisa mencar ilmu pedoman Islam dengan hati riang dan tidak ada paksaan sama sekali.

Sebutan Sunan Bonang didapat alasannya Makhdum Ibrahim menggunakan alat musik bonang sebagai media untuk berdakwah. Kepandaian dia dalam mengajarkan agama Islam menimbulkan pengikutnya semakin banyak baik yang berada di tempat Pulau Bawean , Madura , Tuban , Jepara , maupun di Surabaya.

Sunan Bonang juga menciptakan sebuah karya sastra yang disebut dengan Suluk. Karya sastra tersebut dianggap sebagai karya sastra yang luar biasa alasannya menciptakan suatu keindahan akan makna kehidupan beragama. Karya sastra Suluk milik Sunan Bonang ini sekarang masih tersimpan dengan rapi di sebuah Perpustakaan dari Universitas ternama yang berjulukan Universitas Leiden , Belanda.

Makam Sunan Bonang

Makam Sunan Bonang
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) sering melaksanakan Sunan Ampel ayah kandungnya. Kain kafannya pun berasal dari orang Bawen dan juga Orang Surabaya , Madura. Atas izin Tuhan makam Sunan Bonang ada di dua tempat berbeda yang pertama ada di Tuban dan yang kedua ada di Bawean. Namun makam yang asli berada di Tuban dan banyak didatangi oleh peziarah dari tanah air. Sunan Bonang diketahui wafat pada tahun 1525.
Pasujudan Sunan Bonang

Kisah Sunan Drajat (Raden Qosim)

Kisah sunan drajat
Sunan Drajat
Sunan Drajat memiliki nama kecil berjulukan Raden Qosim , lahir sekitar tahun 1470 Masehi. Beliau merupakan adik kandung dari Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) dan merupakan anak dari Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan juga Dewi Condrowati. Karena ayahnya seorang wali dan kakaknya juga seorang wali , maka pengetahuan perihal Islam yang dimiliki oleh Sunan Drajat ini sudah tidak mampu diragukan lagi. Beliau dianggap sudah mumpuni untuk ikut serta membuatkan agama Islam. Beliau juga mendapat gelar Raden Syaifuddin.

Sunan Ampel (Raden Rahmat) memerintahkan dia untuk berdakwah ke Gresik bab barat. Daerah tersebut merupakan kawasan yang kosong dari para ulama-ulama besar , letaknya diantara Tuban dan juga Gresik. Sunan Drajat (Raden Qosim) melaksanakan perjalanan melalui jalur laut. Sesudah singgah di rumah Sunan Giri (Shekh Maulana Ishak) dia melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu. Tiba-tiba di tengah perjalanan perahu dia dihantam oleh ombak besar , sehingga menabrak karang dan hancurlah perahu yang ditunggangi oleh Sunan Drajat (Raden Qosim). Peristiwa tersebut hampir saja membuat Raden Qosim kehilangan nyawanya , namun Yang Mahakuasa S.W.T berkehendak lain. Yang Mahakuasa S.W.T mengirimkan ikan talang kepadanya biar menyelamatkan Raden Qosim dengan menaiki punggung ikan tersebut Raden Qosim berhasil menuju tepi pantai. Sungguh Yang Mahakuasa Maha Kuasa atas segala-galanya.

Sunan Drajat (Raden Qosim) merasa sangat beruntung dan bersyukur kepada Yang Mahakuasa S.W.T atas pertolongan yang diberikan kepadanya , sehingga dapat terlepas dari peristiwa mengerikan itu. Beliau juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada ikan talang tersebut atas bantuannya , sehingga Raden Qosim mampu selamat. Dengan kejadian itu Raden Qosim menitipkan pesan kepada anak keturunannya biar jangan hingga kalian memakan daging dari ikan talang walaupun itu hanya sedikit. Jika pantangan tersebut dilanggar , maka akan terjadi bencana berupa ditimpa penyakit yang tidak ada lagi obatnya.

Raden Qosim dibawa olehikan talang menuju tepi pantai dari Desa Jelag yang sekarang disebut sebagai Desa Banjarwati , Kecamatan Paciran. Sesampainya di desa tersebut dia disambut dengan antusias oleh warga setempat , terlebih lagi masyarakat telah mengetahui bahwa Raden Qosim merupakan anak dari Sunan Ampel (Raden Rahmat) yang merupakan wali besar yang pernah memimpin agama Islam se-tanah jawa. Jika dihitung-hitung Sunan Ampel (Raden Rahmat) ini masih merupakan kerabat keratin dari Kerajaan Majapahit , sehingga masyarakat Desa Jelag menyambut Raden Qosim ini dengan sangat baik.

Di Desa Jelag ini Raden Qosim mulai mendirikan pesantren yang digunakan untuk mendidik para mubaligh. Beliau mengajarkan agama Islam kepada masyarakat dengan cara unik , sehingga banyak yang tertarik untuk memeluk agama Islam dan banyak juga yang ingin belajar kepadanya. Di Desa Jelag ini dia hanya bertahan 1 tahun , alasannya ialah mendapat inspirasi untuk menuju ke arah selatan yang berjarak sekitar 1 kilometer lalu dia mulai mendirikan berkelahi sebagai tempat beribadah.
Setelah menetap selama 3 bulan di empat tersebut Sunan Drajat (Raden Qosim) mendapat petunjuk untuk mendirikan tempat dakwah yang letaknya strategis yaitu di ketinggian , lalu diberi nama Dalem Duwur. Di Dalem Duwur inilah tempat dibangunnya Museum Sunan Drajat.

Dalam membuatkan agama Islam , Raden Qosim menganut aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri (Sekh Maulana Ishak). Aliran putih ini maksudnya ialah dalam berdakwah dia menganut jalan yang lurus , alasannya ialah agama Islam harus diamalkan secara lurus dan benar sesuai dengan anutan yang telah diajarkan oleh nabi.

Raden Qosim berdakwah dengan menggunakan kesenian rakyat berupa gamelan jawa. Beliau juga dikenal sebagai wali yang paling bersahaja , alasannya ialah dia memiliki sifat yang gemar memberi terhadap semua kalangan terutama kalangan rakyat bawah. Beliau sering menolong rakyat yang sedang mengalami kesusahan. Bahkan di pondok pesantrennya , dia menampung banyak anak yatim piatu dan juga fakir miskin.

Selain terkenal dengan kedermawannya dan memiliki jiwa sosial , ternyata dia juga dikenal sebagai anggota dari wali songo yang ikut mendukung dan membantu mendirikan Masjid Demak. Masjid ini merupakan simbol dari kebesaran dan kejayaan agama Islam pada masanya.
Ajaran dari Sunan Drajat (Raden Qosim) bersumber pada :

  1. Al-Qur'an
  2. Sunnah
  3. Ijma'
  4. Qiyas
  5. Ajaran dari guru dan pendidik yang tidak lain ialah ayahnya sendiri
  6. Ajaran dan pemikiran
  7. Tradisi masyarakat sekitar yang mencerminkan agama Islam
  8. Fatwa dari Sunan Drajat (Raden Qosim)

Di dalam bidang kesenian , selain hebat di bidang ukir dan suluk , dia juga dikenal sebagai pencipta Gending Pangkur untuk yang pertama kalinya. Sampai sekarang ini Gending Pangkur ciptaan Raden Qosim masih disukai oleh rakyat jawa. Gelar Sunan Drajat didapatkannya alasannya ialah dia yang tinggal di bukit yang tinggi seolah-olah melambangkan ilmu atau derajat yang tinggi. Sunan Drajat (Raden Qosim) wafat sekitar tahun 1522 Masehi dan makamnya bertempat di sebelah Museum Sunan Drajat.

Kisah Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)

Sunan Kudus mempunyai nama kecil berjulukan Ja’far Shadiq yang merupakan anak dari Sunan Ngudung dari Jipan Panolan. Ja’far Shadiq merupakan senopati Demak yang sebelumnya di jabat oleh ayahnya sendiri. Beliau berguru mengenai aliran agama Islam dari ayahnya sendiri dan juga dengan beberapa ulama terkenal yaitu Ki Ageng Ngerang , Sunan Ampel , dan Kyai Telingsing. Kyai Telingsing ini merupakan ulama yang berasal dari China. Kyai Telingsing ini jago dalam membuat tabrakan , tak jarang banyak yang berguru padanya tak terkecuali Sunan Kudus (Ja’far Shadiq). Dari kyai China tersebut Ja’far Shadiq berguru mengenai arti dari ketekunan dan juga kedisiplinan dalam mencapai impian yang ingin diraih. Ini tentu menjadi modal yang besar dalam dakwah Ja’far Shadiq dimana dia harus menghadapi rakyat yang masih beragama Hindu dan Buddha.
Kisah Sunan Kudus
Sunan Kudus

Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) dalam dakwahnya termasuk pendukung dari gagasan Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga , dimana seni administrasi dakwahnya yaitu sebagai berikut

  1. Tidak menggunakan jalur kekerasan , artinya biarlah masyarakat hidup dengan kepercayaan yang dulu dan sulit dirubah.
  2. Adat istiadat lama yang mudah diubah maka akan segera diubah sesuai dengan aliran Islam.
  3. Mengikuti setiap adab istiadat yang telah berkembang di masyarakat serta menyisipkan aliran agama Islam di dalamnya.
  4. Menghindari konfrontasi secara eksklusif dalam membuatkan agama Islam.

Tantangan yang dihadapi oleh Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) dalam membuatkan agama Islam yaitu dia harus berhadapan dengan rakyat yang kebanyakan beragama Hindu dan Buddha serta mereka masih memegang teguh kepercayaan yang lama. Suatu hari Ja’far Shadiq membeli seekor sapi dan ditambatkan di depan rumah. Secara otomatis penduduk setempat penasaran mau diapakan sapi tersebut. Di dalam agama Hindu sapi merupakan hewan yang suci dan dilarang untuk disembelih. Setelah rakyat berkumpul di halaman rumah Ja’far Shadiq , tibalah dia untuk bicara bahwa dirinya melarang kepada masyarakat untuk menyakiti apalagi hingga menyembelih hewan sapi , karena ketika dia masih kecil pernah ditolong oleh sapi yaitu dengan disusui ketika dia hampir mati kehausan.
Dari dongeng tersebut , rakyat hindu eksklusif takjub dan menyangka bila Ja’far Shadiq merupakan titisan dari Dewa Wisnu. Mereka pun semakin antusias dengan ceramah yang akan disampaikan oleh Ja’far Shadiq. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) menambahkan bahwa larangan menyembelih sapi terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan perkataanya tersebut rakyat semakin tertarik dan ingin tahu lebih lengkap dari keterangan yang diberikan Ja’far Shadiq.

Simpati dari masyarakat telah didapatkan dan Ja’far Shadiq pun semakin mudah untuk mengIslamkan mereka. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) mendirikan sebuah masjid yang bentuknya menyerupai dengan candi-candi Hindu. Dengan begitu rakyat tidak merasa canggung bila memasuki masjid tersebut dan bersedia untuk mendengarkan ceramah yang disampaikan oleh Ja’far Shadiq.
Untuk menarik simpati dari masyarakat yang beragama buddha , Ja’far Shadiq
mempunyai trik yang menarik yaitu dengan membuat daerah berwudhu yang setiap pancurannya terdapat arca kepala Kerbau Gumarang di atasnya. Strategi ini pun berhasil membuat masyarakat beragama Buddha penasaran dan mulai memasuki masjid untuk mendengarkan keterangan dari Ja’far Shadiq.

Dalam membuatkan agama Islam Ja’far Shadiq ini pernah mengalami kegagalan dalam mengumpulkan masyarakat yang masih memegang adab istiadat dan kepercayaan lama. Lalu Ja’far Shadiq mengamati masyarakat jawa yang kental dengan tradisinya yaitu adanya tradisi mitoni atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai upacara tujuh bulanan. Ja’far Shadiq ingin merubah kebiasaan tersebut menjadi sesuai dengan agama Islam. Jika biasanya upacara tersebut berupa seruan kepada tuhan semoga diberikan anak yang ganteng menyerupai Arjuna atau yang indah menyerupai Dewi Ratih , maka kebiasaan tersebut diubah menjadi seruan yang eksklusif kepada Tuhan S.W.T semoga diberikan anak yang ganteng menyerupai Nabi Yusuf atau anak perempuan yang indah menyerupai Siti Maryam . dengan begitu ayah dan ibu harus sering-sering membaca Surat Yusuf dan Surat Mariam yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Untuk memperkenalkan cara berwudhu , maka Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) mengundang masyarakat untuk menghadiri program mitoni istrinya yang diselenggarakan di masjid. Karena syarat yang diberikan untuk masuk ke masjid dengan membasuh tangan dan kaki maka masyarakat keberatan dan banyak yang tidak hadir. Kemudian dengan menunjukkan sedikit pengetahuan perihal aliran tauhid , mereka perlahan mau membasuh tangan dan kaki terlebih dahulu sebelum masuk ke masjid. Meskipun cara tersebut sempat gagal namun , Ja’far Shadiq tetap berusaha keras semoga caranya berhasil. Di dalam masjid dia memberikan dakwahnya secara arif , sehingga masyarakat semakin dibuat penasaran dan ingin mendengarkan ceramahnya lagi. Lama-kelamaan kebiasaan ini semakin berlanjut dan masyarakat sekitar menjadi mengenal berwudhu. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) diperkirakan wafat pada tahun 1550 Masehi.

Itulah keteladanan dari kisah Ja’far Shadiq yang tak pernah gentar untuk membuatkan agama Islam walaupun pernah gagal namun dia tetap gigih dalam memperjuangkan agama Islam.

Kisah Sunan Giri (Syekh Maulana Ishaq)

Sunan Giri mempunyai nama lain yaitu Syekh Maulana Ishaq. Beliau merupakan wali yang berasal dari Gujarat yang menetap di Pasai. Pasai ini sekarang lebih dikenal dengan nama Aceh. Syekh Maulana Ishaq ingin membuatkan agama Islam didaerah Jawa Timur. Beliau pun datang menemui Sunan Ampel (Raden Rahmat) untuk meminta pertimbangan. Sunan Ampel masih sepupu dari Syekh Maulana Ishaq. Menurut Sunan Ampel , ia disarankan untuk membuatkan agama Islam di kawasan Blambangan , posisinya di sebelah selatan dari Banyuwangi.
Kisah Sunan Giri (Syekh Maulana Ishaq)
Sunan Giri Syekh Maulana Ishaq
Pada dikala Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq) hingga di Blambangan , ternyata disana sedang ada wabah penyakit dan putri raja Blambangan yang berjulukan Dewi Sekardadu pun ikut terkena wabah penyakit tersebut. Wabah penyakit ini sangat mengerikan , alasannya banyak orang yang meninggal. Seluruh penduduk di Blambangan merasa prihatin dan berduka cita atas kejadian tersebut. Akibatnya keseharian yang biasa dilakukan oleh masyarakat menjadi terhenti.

Banyak tabib yang namanya sudah terkenal mencoba menyembuhkan penyakit tersebut , namun tidak berhasil juga. Dengan inisiatif dari permaisuri , maka Prabu Menak Sembuyu baiklah untuk mengadakan sebuah sayembara. Sayembara itu berbunyi “barang siapa yang dapat menyembuhkan putrinya yaitu Dewi Sekardadau maka akan dijadikan menantunya , dan barang siapa yang dapat menghilangkan wabah penyakit di Blambangan , maka akan dijadikan sebagai Bupati atau Raja Muda. sayembara tersebut semakin berkembang luas beritanya. Seiring dengan berkembangnya waktu mulai dari hari , ahad bahkan hingga berbulan-bulan tak seorangpun yang sanggup untuk mengikuti sayembara tersebut.

Keadaan tersebut tentu saja membuat permaisuri merasa sedih , untuk menghiburnya maka Prabu Menak Sembuyu memerintahkan Patih Bajul Sengara untuk berkelana mencari seorang pertapa yang sakti yang mampu menyembuhkan penyakit tersebut.

Patih Bajul Sengasara mulai melaksanakan perjalanan yang didampingi oleh beberapa prajurit yang terpilih. Menurut informasi , biasanya pertapa tinggal di lereng-lereng gunung maupun dipuncaknya , segeralah Patih Bajul Sengasara dan rombongan menuju ke sana. Di dalam perjalannanya Patih Bajul Sengasara bertemu dengan Resi Kandabaya. Resi ini mengetahui eksistensi orang sakti yang berasal dari negeri seberang. Orang yang dimaksud yaitu Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq) yang sedang menjalankan dakwah secara sembunyi-sembunyi.

Akhirnya Patih Bajul Sengasara dapat menemui Syekh Maulana Ishaq di dalam sebuah goa. Negosiasi pun terjadi , Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq) mau untuk menyembuhkan rakyat Blambangan namun dengan syarat yaitu raja dan rakyat Blambangan mau untuk memeluk agama Islam. Kesepakatan pun terjadi dan Syekh Maulana Ishaq segera pergi ke Blambangan. Syekh Maulana Ishaq ini memang hebat di bidang ilmu ketabiban. Dengan ilmu yang dimilikinya dan atas seizin Yang Mahakuasa S.W.T , ia berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu dan berhasil pula menghilangkan wabah penyakit di Blambangan. Keluarga raja pun tidak melupakan janjinya untuk segera memeluk agama Islam. Karena berhasil memenangkan sayembara , ia kemudian dikawinkan dengan Dewi Sekardadu dan diangkat sebagai Adipati yang menguasai sebagian wilayah dari Blambangan.

Rakyat yang memeluk agama Islam semakin hari semakin bertambah , ini yang menjadi penyebab Patih Bajul Sengasara iri pada Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq) dan berusaha untuk menghasut Prabu Menak Sembayu. Selain itu , Patih bajul Sengasara belakang layar telah melaksanakan teror kepada pengikut dari Syekh Maulana Ishaq. Dia melaksanakan penculikan terhadap rakyat yang sudah memeluk agama Islam dan dipaksanya untuk kembali keagamaan yang lama. Kejadian ini pun hingga di indera pendengaran Syekh Maulana Ishaq ia memutuskan untuk meninggalkan Blambanga alasannya tidak mau terjadi pertumbahan darah nantinya. Beliau pun memutuskan untuk berkelana ke Pasai yang sekarang di sebut sebagai Aceh dan meninggalkan istri tercintanya yang sedang mengandung 7 bulan.
Pada tengah malam Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq) mulai melaksanakan perjalanannya seorang diri dan meninggalkan istri dan juga Blambangan. Keesokan harinya Patih Bajul Sengasara beserta rombongan berhasil masuk wilayah kadipaten dan mengacak-acaknya , namun ia tak berhasil menemukan Syekh Maulana Ishaq , alasannya ia telah pergi. Dua bulan kemudian Dewi Sekardadu melahirkan seorang putra yang elok rupanya dan bercahaya. Setelah usia bayi menginjak 40 hari , Patih Bajul Sengasara berusaha untuk menghasut Prabu Menak Sembayu semoga membunuh cucunya tersebut. Karena tidak tega , maka belakang layar sang prabu mengahanyutkan cucunya yang di masukan peti ke lautan.

Akhirnya bayi tersebut di temukan oleh Nyai Ageng Pinatih dan diasuhnya serta diberi nama Joko Samodra , setelah cukup umur Joko Samodra dimasukkan ke pesantren yang dipimpin oleh Sunan Ampel di Surabaya. Tak berapa lama Sunan Ampel mengetahui jikalau Joko Samudro merupakan anak dari Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq). Sunan Ampel lalu mengganti nama Joko Samodra menjadi Raden Paku. Saat usia 16 tahun ia Sunan Ampel memerintahkan Raden Paku untuk mencar ilmu dan menambah pengalaman ke Pasai serta bertujuan untuk menyatukan Raden Paku dengan Sunan Giri (Syekh Maulanan Ishaq).

Sunan Giri dikenal sebagai pencipta lagu permainan anak dan juga pencipta lagu Gending Asmaradhana dan Pucung. Lagu tersebut syarat akan nuansa Islaminya.

Kisah Sunan Kalijaga (Raden Said)

Sunan Kalijaga mempunyai nama asli Raden Said. Beliau merupakan putra dari Adipati Tuban yang berjulukan Tumenggung Wilantikta atau biasa disebut sebagai Raden Sahur. Sejak kecil Raden Said telah dididik mengenai agama Islam oleh guru agama di Kadipaten Tuban. Beliau sangat tidak menyukai para penguasa yang ada di Tuban. Mereka berbuat semena-mena pada rakyat kecil ini yang membuat Raden Said marah.
Kisah sunan kalijaga
Sunan Kalijaga - Raden Said

Kemarahan ia semakin menjadi-jadi tatkala melihat pejabat Tuban yang menarik pajak kepada rakyat miskin. Rakyat di Tuban telah mengalami penderitaan jawaban dari kemarau yang panjang ditambah lagi harus membayar pajak , tentu saja rakyat akan semakin menderita. Telebih pajak yang ditarik kadang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Maka dari itu rakyat sungguh sengsara.
Sunan Kalijaga (Raden Said) terkenal dengan mudah bergaulnya , walaupun ia anak dari Adipati Tuban namun ia lebih suka berhgaul dengan rakyat yang biasa. Beliau berteman dengan masyarakat dari banyak sekali kalangan mulai dari yang miskin hingga yang kaya. Dengan mudah bergaulnya tersebut Raden Said menjadi tahu keadaan rakyat Tuban yang sebenarnya.

Raden Said telah memberikan niatnya untuk mengurangi penderitaan rakyat Tuban kepada ayahnya. Namun apa daya ayahnya tidak bisa berbuat banyak. Raden said pun bisa memaklumi keadaan tersebut , alasannya Adipati berada di bawah pimpinan Kerajaan Majapahit yang mengharuskan rakyat membayar pajak. Dengan keadaan tersebut Raden Said berinisiatif untuk keluar rumah di malam hari , dan meninggalkan membaca ayat suci Al-Qur’an yang telah dilakukannya di malam-malam sebelumnya.

Beliau melaksanakan pencurian hasil bumi yang berada di gudang kadipaten. Pajak bumi tersebut merupakan pajak yang diberikan oleh rakyat. Hasil curian tersebut lalu dibagikan kepada rakyat tidak bisa secara tersembunyi. Lama kelamaan tindakan tersebut diketahui oleh ayahnya sendiri , lalu ia di hokum cambuk sebanyak 200 kali di tangannya dan di kurung selama beberapa hari di kamarnya.

Setelah hukuman selesai Sunan Kalijaga (Raden Said) benar-benar keluar dari kadipaten dan tidak kembali lagi , hal ini membuat cemas keluarganya. Beliau masih melaksanakan pencurian dengan menggunakan pakaian serba hitam dan mengenakan topeng. Sasaran yang ia curi ialah kaum aristokrat yang pelit dan tidak mau beramal kepada rakyat kecil. Hasil curiannya tentu sasa dibagikan kepada rakyat miskin. Suatu hari ia dijebak oleh orang yang membencinya dengan menyamar berpakaian menyerupai dirinya. Beliau di fitnah telah memperkosa seorang anak.

Dari kejadian tersebut ayahnya menjadi marah dan mengusirnya dari Kadipaten Tuban. Beliau tidak boleh pulang sebelum dapat menggetarkan dinding istana dengan bunyi merdu lantunan ayat Al-Qur’an yang selama ini sering dibaca di malam hari. Dewi Rasawulan tidak percaya dengan fitnah tersebut ia merasa iba dengan kakaknya tersebut. Dewi Rasawulan pun berinisiatif untuk pergi mencari kakaknya dan membujuknya kembali pulang ke kadipaten.

Sunan Kalijaga (Raden Said) melaksanakan perjalanan yang tidak pasti arah dan tujuannya hingga sampailah di hutan jatiwangi. Disana ia menjadi pencuri yang budiman , yaitu dengan mencuri harta orang kaya yang pelit dan dibagikannya kepada masyarakat yang tidak mampu. Suatu hari ia bertemu dengan seorang kakek renta yang mengenakan jubah putih sambil membawa tongkat yang gagangnya berkilauan. Orang tersebutlah yang berhasil menyadarkan Sunan Kalijaga (Raden Said) bahwa cara yang dilakukannya untuk menolong orang tidak bisa merupakan cara yang salah. Orang tersebut mengumpamakan perilaku Raden Said bagaikan mencuci baju dengan air kencing.
Dari situlah Raden Said ingin menjadi murid dari kakek renta tersebut. Namun ada syarat yang harus dipenuhi yaitu dengan menunggui tongkat yang telah ditancapkan di tanah hingga kakek renta datang. Ujian tersebut bisa dijalani oleh Raden said selama tiga tahun ia bersemedi di daerah tersebut. Setelah ujian berhasil raden Said dibersihkan tubuhnya dan diberi pakaian yang bersih , kemudian ia di bawa ke Tuban. Mengapa demikian? Karena kakek renta berjubah putih itu ialah Sunan Bonang.

Dengan Sunan Bonang , ia mulai menimba ilmu mengenai pelajaran agama. Gelar Sunan Kalijaga didapatkannya alasannya ia pernah menunggui sungai selama bertahun-tahun. Dalam bahasa jawa kali berarti sungai dan jaga berarti menjaga.

Setelah bertahun-tahun ibu Raden Said mengetahui kabar bahwa anaknya tidak bersalah dan ia merasa menyesal telah mengusir anaknya. Untuk mengobati rasa rindu dari ibunya , Sunan Kalijaga (Raden Said) mengerahkan ilmu tingginya untuk melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dari kejauhan dan nantinya bunyi tersebut di kirim ke Kadipaten Tuban. Suara merdu dari Raden Said bisa menggetarkan dinding istana dan siapa saja yang mendengarnya.

Sunan Kalijaga (Raden Said) memutuskan untuk mengembara sembari berdakwah mengembangkan agama Islam dari Jawa Tengah hingga Jawa Barat. Kearifan dan kebijaksanaan dalam berdakwah yang dimiliki Raden Said bisa menjadikannya sebagai Guru Suci se-tanah jawa. Saat usia senjanya ia memilih Kadilangu , Demak sebagai daerah peristirahatan terakhirnya.

Kisah Sunan Muria (Raden Umar Said)

Kisah sunan muria
Sunan Muria
Sunan Muria mempunyai nama asli Raden Umar Said , ia merupakan anak kandung dari Sunan Kalijaga (Raden Said) dan Dewi Saroh. Beliau mewarisi bakat ayahnya dalam berdakwah , cara yang dilakukan biar masyarakat memeluk agama Islam pun dengan cara yang halus. Beliau tinggal Gunung Muria.

Di Gunung Muria tersebut ia melaksanakan dakwahnya. Letak Gunung Muria ini berada di sebelah utara Kota Kudus. Sasaran dakwah ia yaitu kalangan nelayan , pelaut , rakyat jelata da juga pedagang. Sunan Muria (Raden Umar Said) merupakan satu-satunya wali yang tetap mempertahankan gamelan dan wayang sebagai media dakwahnya. Beliau juga pencipta tembang Kinanti dan Sinom.

Sunan Muria dan juga istrinya diketahui memiliki kekuatan fisik yang luar biasa , bagaimana tidak mereka harus naik turun bukit setiap harinya yang jaraknya sekitar 750 meter untuk berbagi agama Islam kepada para pelaut , nelayan , pedagang , dan juga rakyat jelata. Bukti kasatmata kesaktian luar biasa yang dimiliki oleh Raden Umar Said terdapat pada perjalanan cintanya dengan Dewi Roroyono. Dewi Roroyono merupakan anak dari Sunan Ngerang. Sunan Ngerang merupakan orang yang disegani dengan ilmunya yang tinggi. Karena kesaktiaannya Sunan Muria (Raden Umar Said) dan Sunan Kudus hingga mencar ilmu padanya.

Suatu hari Sunan Ngerang mengadakan syukuran atas umur dua puluh tahun yang telah dimiliki oleh Dewi Roroyono. Semua murid dari Sunan Ngerang diundang , menyerupai Sunan Kudus , Sunan Muria , Adipati Pathak Warak , Kapa dan juga adiknya Gentiri. Selain itu tetangga dan kerabat bersahabat lainnya ikut diundang. Setelah semua berkumpul tibalah Dewi Roroyono beserta adiknya Dewi Roro Pujiati keluar untuk menghidangkan beberapa makanan dan minuman. Paras indah yang dimiliki kedua putri tersebut memang sudah tidak bisa diragukan lagi , terlebih kecantikan dari Dewi Roroyono.
Sunan Kudus dan Sunan Muria bisa menahan pandangannya alasannya ialah sudah memiliki ilmu yang tinggi , sehingga tidak mudah terpengaruhi dengan rayuan iblis. Lain halnya dengan Adipati Pathak Warak yang melihat kecantikan Dewi Roroyono dengan tanpa berkedip , ia sungguh terpesona akan paras ayu Dewi Roroyono. Karena tidak tahan , Adipati eksklusif menarik hati dan memegangi bab badan yang tidak pantas disentuh. Dewi Roroyono pun marah dan menyiramnya dengan minuman.
Kejadian tersebut mengakibatkan Adipati Pathak Warak kesal dan setelah larut malam Adipati menculik Dewi Roroyono dan di bawanya ke Keling. Ya , ia memang menginap di rumah Sunan Ngerang bersama Sunan Muria alasannya ialah rumahnya yang jauh. Tentu kesempatan ini merupakan kesempatan emas bagi adipati.

Sunan Ngerang pun mengucapkan ikrar siapa saja yang berhasil membawa putrinya pulang akan dijadikan saudara bila perempuan dan akan dijadikan jodohnya bila laki-laki. Karena Adipati ini dianggap sakti maka tidak ada yang berani menandinginya. Sampai Sunan Muria (Raden Umar Said) bertekad untuk membawa pulang Dewi Roroyono. Di dalam perjalanan menuju Keling , ia bertemu dengan adik seperguruannya yaitu Gentiri dan Kapa. Kakak adik tersebut kompak ingin membantu membebaskan Dewi Roroyono dan menyuruh Sunan Muria untuk mengajar murid-muridnya alasannya ialah itu lebih penting. Mereka berjanji akan mengawinkan Dewi Roroyono dengan Sunan Muria.

Dewi Roroyono pun berhasil dibebaskan namun kabar ini belum terdengar di indera pendengaran Sunan Muria. Saat Sunan Muria pergi ke kediaman Sunan Ngerang ia bertemu dengan adipati mereka terlibat perkelahian yang dimenangkan oleh Sunan Muria.

Sesampainya di kediaman Sunan Ngerang , ia disambut dengan bangga dan jadinya mereka pun menikah. Setelah menikah , Kapa dan Gentiri menyesal mengapa mereka dengan mudah memperlihatkan pinjaman kepada Sunan Muria (Raden Umar Said) untuk membebaskan Dewi Roroyono dan sekarang ia telah menikahinya dengan tanpa perjuangan. Sifat licik dari kakak beradik itu pun muncul , mereka juga terpesona akan kecantikan yang dimiliki Dewi Roroyono. Mereka berencana untuk menculik Dewi Roroyono dan menikahinya secara bergantian.

Awalnya Gentiri yang memulai cara licik tersebut. Saat ia akan melancarkan niatnya ternyata dipergoki oleh murid Sunan Muria dan terjadilah pertempuran dahsyat , apalagi Sunan Muria yang mengetahui hal tersebut dan eksklusif menyerang Gentiri hingga tewas.

Kematian yang dialami oleh Gentiri tidak menciutkan nyali Kapa untuk menikahi Dewi Roroyono , ia pun mulai melancarkan aksinya dengan menculik wanita idamannya ke Pulau Seprapat. Kala itu Sunan Muria sedang pergi ke Demak Bintoro. Setelah kunjungannya ke Demak Bintoro ia berniat untuk mengunjungi sahabatnya Wiku Lodhang yang berada di Pulau Seprapat. Dia merupakan orang yang telah menolong ia untuk menyelamatkan istrinya.

Ternyata Kapa juga membawa Dewi Roroyono ke rumah Wiku Lodhang dan eksklusif memarahinya. Tak berapa lama Sunan Muria datang dan melihat istrinya tergeletak lemas , Kapa eksklusif melancarkan serangan ke Sunan Muria (Raden Umar Said) hingga jadinya dia meninggal dengan serangan yang dilakukannya sendiri. Ya , Sunan Muria dianggap sakti dan bisa mengembalikan serangan dari lawan.

Dengan begitu kehidupan suami istri antara Sunan Muria (Raden Umar Said) dan Dewi Roroyono berakhir bahagia.

Kisah Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Kisah sunan gunung jati
Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah. Di usianya yang gres menginjak 20 tahun , dia sudah ditinggal mati ayahnya. Beliau didaulat menjadi Raja Mesir menggantikan ayahnya , namun Sunan Gunung jati tidak menyetujuinya , dia lebih memilih berdakwah mengembangkan agama Islam bersama ibunya di tanah jawa. Kedudukan tersebut kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah.

Saat masih berada di Mesir , dia sudah belajar kepada para ulama besar di daratan Timur Tengah , sehingga di umur yang gres menginjak 20 tahun ini dia sudah banyak menguasai ilmu perihal fatwa Islam. Ini tentu saja menjadi modal berharga dalam kepulangannya ke jawa untuk dapat berdakwah mengembangkan agama Islam.

Sebelum Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dan ibunya Syarifah Muda’im datang ke Jawa Barat pada tahun 1475 Masehi , mereka terlebih dahulu singgah di Gujarat dan Pasai guna untuk memperdalam ilmu agama. Kedatangannya disambut bangga oleh Pangeran Cakrabuana beserta keluarganya. Syarifah Muda’im meminta semoga dirinya dan putranya mampu tinggal di Pasambangan atau Gunungjati. Syarif Muda’im dan juga putranya berniat untuk meneruskan usaha dari Syekh Datuk Kahfi untuk membuka pesantren di Gunugjati. Dengan dibukanya pesantren tersebut , Syarif Hidayatullah lebih dikenal dengan nama Sunan Gunugjati.

Pangeran Cakrabuana alhasil menikahkan putrinya yakni Nyi Pakungwati dengan pria berjulukan Syarif Hidayatullah. Di usia yang sudah lanjut Cakrabuana menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dengan gelar susuhan yang berarti orang yang dijunjung tinggi.

Di awal pemerintahannya Syarif Hidayatullah mengunjungi kediaman kakeknya yang berada di Pajajaran. Nama kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Kedatangannya bermaksud untuk mengIslamkan Prabu Siliwangi. Namun cita-cita Syarif Hidatullah ditolak dan dia tetap diperbolehkan untuk mengembangkan agama Islam di kawasan Pajajaran.

Setelah dari Pajajaran , dia melanjutkan perjalanannya menuju Serang. Disana sudah banyak ditemukan orang Muslim , pasalnya telah banyak orang Gujarat dan Arab yang telah bermukim. Kedatangan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) ini mendapat sambutan hangat oleh Adipati Banten. Bahkan , Adipati Banten menjodohkan anaknya yang berjulukan Nyi Kawungten dengan Sunan Gunung Jati. Dari perkawinan tersebut lahirlah anak yang diberi nama Nyi Ratu Winaon dan juga Pangeran Sebakingking. Di dalam mengembangkan agama Islam Syarif Hidayatullah tidak bekerja sendiri , dia dibantu oleh para wali lainnya. Mereka biasanya melaksanakan musyawarah di Masjid Demak. Beliau juga dikenal sebagai orang yang ikut serta dalam pembangunan masjid agung tersebut.

Pergaulannya dengan para wali dan juga Sultan Demak , menimbulkan Sunan Gunung Jati mendirikan Kesultanan Pakungwati lalu ia memproklamirkan dirinya sebagai raja yang pertama kali mendapat gelar sultan. Dengan adanya kesultanan tersebut maka Cirebon tidak lagi mengirimkan upeti ke Pajajaran.

Kesultanan Pakungwati semakin besar dengan bergabungnya perwira dan prajurit pilihan. Terlebih lagi dengan adanya perluasan pelabuhan Muara Jati , maka perdagangan dengan aneka macam Negara menjadi semakin pesat terutama dengan Negara China. Jalinan antara Cirebon dan China semakin erat , dan Sunan Gunung Jati mengembara ke China dan mulai berdakwah dengan ilmu pengobatan yang terkenal di sana. Beliau juga menguasai ilmu pengobatan tradisional. Di dalam dakwahnya dia mengajarkan ilmu shalat kepada rakyat China dengan memberitahukan bahwa setiap gerakan yang dilakukan ketika shalat merupakan gerakan terapi pijat yang ringan atau biasa disebut dengan akupuntur.

Apalagi kalau gerakan yang dilakukan ketika shalat menggunakan gerakan yang benar serta lengkap dengan tuma’ninah dan amalan sunahnya. Dengan mendirikan shalat lima waktu secara rutin dan tidak mengonsumsi daging babi alasannya ialah mengandung cacing pita ini maka pengobatan yang dilakukan dengan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dapat segera sembuh.

Dari ajarannya tersebut , selain dia mengobati penyakit dari penduduk China dia juga telah mengajarkan Shalat yang menjadi tiang agama. Suatu hari Kaisar China mendengar kehebatan dari Syarif Hidayatullah dan berniat untuk pertanda kesaktiannya dengan mengundang ke istana. Kaisar China ingin menguji kepandaian dari Sunan Gunung Jati yaitu dengan membedakan mana wanita yang sedang hamil muda dan mana wanita yang masih perawan. Kaisar menggunakan kedua anaknya sebagai sampel. Anak kaisar yang tidak hamil perutnya diganjal dengan menggunakan bantal dan yang sedang hamil dibiarkan saja. Lalu kaisar bertanya mana wanita yang sedang hamil , seketika Syarif Hidayatullah menunjuk putri Ong Tien yang masih perawan. Semua orang tertawa , namun selang beberapa ketika ternyata bantal yang mengganjal perut Ong Tien bermetamorfosis perut besar layaknya ibu hamil.

Dengan kejadian tersebut kaisar menjadi murka dan mengusir Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dari China. Karena putri Ong Tien sudah terlanjur jatuh cinta dengan Sunan Gunung Jati , maka kaisar mengijinkan semoga putrinya menyusul Sultan Gunung Jati ke jawa dengan dibekali aneka macam harta benda dan juga barang berharga dan dikawal oleh tiga pengawal sekaligus. Mereka alhasil menikah. Di tahun 1568 Masehi dia wafat dan dimakamkan di Cirebon.

Tentang Wali Songo dalam Menyebarkan Agama Islam di Tanah Jawa

Wali songo
Wali Songo memiliki arti yaitu Sembilan wali , sembilan wali yang diyakini sebagai para tokoh penyebar agama Islam di pulau jawa pada kala ke 14 Masehi. Dengan hadirnya era Wali Songo ini maka berakhirlah era Hindu Budha yang sebelumnya menguasai Nusantara dan digantikan dengan adanya agama Islam.

Terdapat tokoh-tokoh lain yang berperan berbagi agama Islam di Nusantara , namun ke sembilan tokoh tersebut digadang-gadang menjadi tokoh penyebar Islam yang paling kondang dan paling berperan besar di masa itu. Wali Songo tersebut tinggal di wilayah penting yang ada di pulau jawa yaitu di Jawa Timur tepatnya di wilayah Gresik , Surabaya , Lamongan , Tuban , di Jawa Barat tepatnya di wilayah Cirebon , dan di Jawa Tengah tepatnya di wilayah Kudus , Demak , dan Muria.

Berikut daftar 9 wali songo beserta nama aslinya

Hubungan antar Wali Songo

Wali Songo ini tidak hidup secara bersamaan , namun diantara mereka terdapat kekerabatan dekat baik antara orang renta dan anak maupun guru dengan murid , contohnya saja Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) yang merupakan wali tertua dan mempunyai anak berjulukan Raden Rahmat (Sunan Ampel). Shekh Maulana Ishaq (Sunan Giri) yang merupakan keponakan dari Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) yang secara otomatis merupakan sepupu dari Raden Rahmat (Sunan Ampel). Raden Rahmat (Sunan Ampel) ini mempunyai anak yang berjulukan Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden Qosim (Sunan Drajad). Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) mempunyai sobat sekaligus sebagai muridnya yang berjulukan Raden Said (Sunan Kalijaga). Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) merupakan sobat dari Wali Songo kecuali Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) yang sudah terlebih dahulu meninggal.

Peran Wali Songo dalam berbagi agama Islam

Peran dari Wali Songo ini sangat besar dalam berbagi agama Islam. Ini tentu bukan peran yang mudah , alasannya ialah fatwa Hindu Budha masih melekat berpengaruh di masyarakat Nusantara. Penyebaran Islam di Nusantara tidak serta merta pribadi di terima oleh masyarakat , buktinya saja ketika awal penyebaran Islam di Nusantara , Kerajaan Majapahit sedang mengalami perang paregrek. Ini menimbulkan Wali Songo yang berbagi fatwa Islam tidak digubris oleh masyarakat.
Setiap wali tersebut mempunyai cara yang unik dalam berbagi fatwa Islam yang selaras dengan budaya masyarakat Nusantara pada masa itu , sehingga perlahan-lahan fatwa Islam mampu diterima baik oleh masyarakat dan semakin berkembang pesat. Cara yang dilakukan para wali yaitu dengan mendirikan kerajaan Islam , berdakwah , menciptakan karya seni yang sesuai dengan budaya Hindu Buddha yang masih kental di masyarakat , diajarkan cara bercocok tanam yang benar , menjadi tabib di Kerajaan Majapahit , dilatih berdagang sesuai dengan fatwa Islam dan masih banyak lagi (kisah wali sanga di persembahkan oleh dongengterbaru.blogspot.com). Semua fatwa yang diajarkan oleh Wali Songo , dilakukan dengan baik-baik dan tanpa ada paksaan , sehingga masyarakat merasa nyaman dengan fatwa tersebut dan mulai memeluk agama Islam. Ajaran dari para wali tersebut masih mampu dirasakan sampai ketika ini dan penerusnya juga semakin banyak.